Selasa, 06 November 2018

Asuhan Keperawatan TB paru


TUBERKULOSIS PARU (TB PARU)

MAKALAH






Disusun oleh:
AINURMALINDA              (717.6.2.0874)












PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA
2018

Kata Pengantar
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul TB Paru.
Penulisan makalah merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah KMB.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang penulis memiliki. Untuk itu masukan semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada :
1.    Ibu dosen pengampuh mata kuliah yang sudah memberikan tugas dan petunjuk kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini.
2.    Teman-teman yang sudah membantu.
Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran dari pembaca sehingga dalam pembuatan makalah lainnya menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.



Sumenep, 05 September 2018



Penulis








DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I TINJAUAN TEORITIS
1.      Konsep dasar....................................................................................... 1
1.1  Definisi.............................................................................................. .. 1
1.2  Anatomi fisiologi................................................................................. 1
1.3  Etiologi................................................................................................ 2
1.4  Manifestasi Klinis................................................................................ 2
1.5  Patofisiologi......................................................................................... 4
1.6  WOC.................................................................................................... 5
1.7  Pemeriksaan diagnostik....................................................................... 5
1.8  Penatalaksanaan medis........................................................................ 6
1.9  Komplikasi........................................................................................... 8
BAB II ASKEP TEORITAS TB PARU
2.1 Pengkajian (data dasar)........................................................................ 9
2.2 Diagnosa keperawatan ...................................................................... 10
2.3 intervensi keperawatan dengan rasional............................................ 10
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Tn. R DENGAN MASALAH TB PARU DI DESA BATU TANGGA KEC.BATANG ALAI TIMUR
KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH
3.1 Pengkajian ......................................................................................... 21
3.2 Prioritas masalah............................................................................... 23   
3.3 Diagnosa keperawatan...................................................................... 23   
3.4 Intervensi keperawatan ..................................................................... 23
3.5 Implementasi keperawatan ............................................................... 24
3.6 Evaluasi.............................................................................................. 24
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ....................................................................................... 26
4.2 Saran ................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................  27











BAB I
TINJAUAN TEORITIS

I. KONSEP DASAR
1.1. DEFENISI
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tubeculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tetapi hanya strain bovin dan human yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 μm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah.
I.2. ANATOMI FISIOLOGI
Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung Mycobakterium tuberkulosis dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam. Orang dapat terifeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernapasan. Setelah Mycobacterium tuberkulosis masuk ke dalam saluran pernapasan, masuk ke alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai memperbanyak diri. Basil juga secara sistemik melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru-paru lainnya (lobus atas).
Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. lnfeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan. Massa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding protektif. Granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami kalsifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun. Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini, tuberkel Ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang memecah menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut, pembentukan tuberkel dan selanjutnya.
Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah ke bawah ke hilum paru-paru dan kemudian meluas ke lobus yang berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti dengan periode aktivitas yang diperbaharui. Hanya sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif (Brunner dan Suddarth, 2002)
I.3. ETIOLOGI
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.    
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.
I.4. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan
gejala sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a.       Batuk
 Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b.      Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c.       Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2. Gejala sistemik, meliputi:
a.       Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
b.      Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.         Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.       
3. Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Batuk darah
a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b. Darah berbuih bercampur udara
c. Darah segar berwarna merah muda
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia kadang-kadang terjadi
f. Benzidin test negatif
2. Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif
3. Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi
1.5. PATOFISIOLOGI
Penularan TB Paru terjadi karena kuman mycobacterium tuberculosis. dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat hidup dalam udara bebas selama kurang lebih 1-2 jam, tergantung pada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari– hari sampai berbulan–bulan. Bila partikel ini terhisap oleh orang sehat maka ia akan menempel pada jalan nafas atau paru–paru.
Partikel dapat masuk ke dalam alveolar, bila ukuran vartikel kurang dari 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi terlebih dulu oleh neutropil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan dibersihkan oleh makrofag keluar dari cabang trakea bronkhial bersama gerakan sillia dengan sekretnya. Bila kuman menetap di jaringan paru maka ia akan tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk  ke organ tubuh lainnya.
Kuman yang bersarang ke jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek primer atau sarang ghon (fokus). Sarang primer ini dapat terjadi pada semua jaringan paru, bila menjalar sampai ke pleura  maka terjadi efusi pleura. Kuman dapat juga masuk ke dalam saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit. Kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar keseluruh organ, seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke dalam arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran keseluruh bagian paru dan menjadi TB milier.
Sarang primer akan timbul peradangan getah bening menuju hilus  (limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran getah bening hilus (limfangitis regional). Sarang primer limfangitis lokal serta regional menghasilkan komplek primer (range).  Proses sarang paru ini memakan waktu 3–8 minggu. Berikut ini menjelaskan skema tentang perjalanan penyakit TB Paru hingga terbentuknya tuberkel ghon.
1.6. WOC TB PARU           

I.7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah tepi pada umumnya akan memperlihatkan adanya :
– Anemia, terutama bila penyakit berjalan menahun      
– Leukositosis ringan dengan predominasi limfosit        
– Laju Endap Darah (LED) meningkat terutama pada fase akut, tetapi pada    umumnya nilai-nilai tersebut normal pada tahap penyembuhan
b. Pemeriksaan radiologi
– Bayangan lesi radiologik yang terletak di lapangan atas paru
– Bayangan yang berawan atau berbecak
– Adanya kavitas tunggal atau ganda
– Adanya kalsifikasi
– Kelainan bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
– Bayangan yang menetap atau relatif setelah beberapa minggu
c. Pemeriksaan bakteriologik (sputum)        
Ditemukan kuman mikobakterium tuberkulosis dari dahak penderita, memastikan diagnosis TB paru pada pemeriksaan dahak.
d. Uji tuberkulin      
Sangat penting bagi diagnosis tersebut pada anak. Hal positif pada orang dewasa kurang bernilai.
I.8. PENATALAKSANAAN MEDIS
a)      Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
·         Isoniazid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg berat badan.
·         Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.
      ·         Etambutol (E)
Bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). Dosis harian 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan 30 mg/kg berat badan.
Dapat membunuh 90 % populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian 5 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg berat badan.
      ·         Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat dibunuh oleh isoniasid. Dosis 10 mg/kg berat badan. Dosis sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.
      ·         Pirazinamid (Z)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian 25 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten
b)  Tahap Pengobatan
Pengobatan Tuberculosis diberikan dalam 2 tahap yaitu:
      1.      Tahap Intensif
Penderita mendapat obat setiap hari. Pengawasan berat/ketat untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua Obat Anti Tuberculosis (OAT).
      2.      Tahap Lanjutan
Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistem (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
      c)      Kategori Pemberian Obat Anti Tuberculosis
      1.      Kategori 1 (211RZE/4113R3)
Tahap intensif terdiri dari isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol(E). Obat-obatan tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE), kemudian teruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H) dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk :
- Penderita baru TBC paru BTA positif
- Penderita TBC paru BTA negatif, rontgen positif.
- Penderita TBC ekstra paru berat.
2.      Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3RE3)
Tahap intensif diberikan selama 3 (tiga) bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan isoniasid (H), Rifampisn, Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan Isoniasid (H),Rifampisin (R), Etambutol (E) yang diberikan 3 kali dalam seminggu.
Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan obat. Obat ini diberikan untuk penderita kambuh, penderita gagal, penderita dengan pengobatan setelah lalai
3.      Kategori 3 (2HRZ/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ) diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R) selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan untuk :
     -          Penderita baru BTA  negatif dan roentgen positif sakit ringan
     -          Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis aksudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang) sendi dan kelenjar adrenal.
4.      OAT Sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari selama 1 bulan.
I.9. KOMPLIKASI
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
·         Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
·         Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
·         Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
·         Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.









BAB II
ASKEP TEORITIS TB PARU
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.I. PENGKAJIAN (DATA DASAR)
Data dasar pengkajian pasien (  Doengoes, Marilynn E : 2000 ) adalah sebagai berikut:
a.  Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), demam,  menggigil.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap,lanjut;infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.
b. Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
c.  Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent,mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
d. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obyektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
e. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
f. Keamanan
Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.
g. Interaksi Sosial
Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
2.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.    Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
b.    Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
c.    Gangguan keseimbangan  nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
d.    Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
e.    Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
f.     Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
g.    Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
h.    Risiko tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis sekret, kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan, kurang informasi tentang infeksi kuman.
2.3 INTERVENSI KEPERAWATAN DENGAN RASIONAL
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
Setelah diberikan tindakan keperawatan kebersihan jalan napas efektif, dengan criteria hasil: 
·         Mempertahankan jalan napas pasien.
·         Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
·         Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas.
·         Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi.
·         Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.
a.    Kaji  ulang fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman dan penggunaan otot aksesori.
b.   Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis. 
c.    Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam.
d.   Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.
e.    Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
f.    Lembabkan udara/oksigen inspirasi.
Kolaborasi:
g.   Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi.
a. Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat. 
b.Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut .  
c. Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan.
d. Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
e. Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan.
f. Mencegah pengeringan membran mukosa.
g. Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
Setelah diberikan tindakan keperawatan pertukaran gas efektif, dengan kriteria hasil: 
·         Melaporkan tidak terjadi dispnea.
·         Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
·         Bebas dari gejala distress pernapasan.
a.    Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
b.    Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku. 
c.Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
d. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
e. Monitor GDA.
f.  Kolaborasi: Berikan oksigen sesuai indikasi.
a. Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress. b.Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan.  
c. Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas.
d. Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.
e. Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi.
f. Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.
Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan  kebutuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria hasil: 
·         Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi.
·         Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.
a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
b.    Kaji ulang  pola diet pasien yang disukai/tidak disukai. 
c.    Monitor intake dan output secara periodik.
d.   Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
e.    Anjurkan bedrest.
f.     Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
g.    Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Kolaborasi:
h.    Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
i.      Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
a. Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat b. Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien.  
c. Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
d. Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
e. Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik.
f. Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah.
g. Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
h. Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.
i. Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap
Setelah diberikan tindakan keperawatan rasa nyeridapat berkurang atau terkontrol, dengan KH: 
·         Menyatakan nyeri berkurang atauterkontrol
·         Pasien tampak rileks
a.    Observasi karakteristik nyeri, mis tajam, konstan , ditusuk. Selidiki perubahan karakter /lokasi/intensitas nyeri.b.    Pantau TTV 
c.    Berikan tindakan nyaman mis, pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang, relaksasi/latihan nafas
d.   Tawarkan pembersihan mulut dengan sering..
e.    Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batukikasi.
f.     Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi
a. Nyeri merupakan respon subjekstif yang dapat diukur.b.Perubahan frekuensi jantung TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan untuk perubahan tanda vital telah terlihat. 
c. Tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesik.
d. Pernafasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
e. Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.
f. Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif, meningkatkan kenyamanan
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh kembali normal dengan KH : 
·         Suhu tubuh 36°C-37°C
a.         Kaji suhu tubuh pasienb.         Beri kompres air hangat 
c.         Berikan/anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari (sesuai toleransi)
d.        Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat
e.         Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali atau sesuai indikasi
f.          Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program.
a. Mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan intervensib. Mengurangi panas dengan pemindahan panas secara konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil.  
c. Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi
d. Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
e. Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
f. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.


Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien diharapkan mampu melakukan aktivitas dalam batas yang ditoleransi dengan  kriteria hasil: 
·         Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentan normal.
a.    Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat  laporan  dispnea, peningkatan kelemahan atau kelelahan.b.    Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi. 
c.    Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatandan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
d.   Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat.
e.    Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
a. Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien memudahkan pemilihan intervensi.b.Menurunkan stress dan rangsanagn berlebihan, meningkatkan istirahat. 
c. Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan.
d. Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau menunduk ke depan meja atau bantal.
e. Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbanagnsuplai dan kebutuhan oksigen.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
Setelah diberikan tindakan keperawatan tingkat pengetahuan pasien meningkat, dengan kriteria hasil: 
·         Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosisdan kebutuhan pengobatan.
·         Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru.
·         Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi.
·         Menerima perawatan kesehatan adekuat
a.    Kaji ulang  kemampuan belajar pasien misalnya: perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.b.    Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat. 
c.     Jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
d.   Jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah.
e.    Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
f.     Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
g.    Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan.
h.     Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
a. Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien. b.Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.  
c. Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.
d. Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.
e. Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
f. Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau.
g. Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.
h. Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.
Risiko tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis sekret, malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan, kurang informasi tentang infeksi kuman.
Setelah diberikan tindakan keperawatan tidak terjadi penyebaran/ aktivitas ulang infeksi, dengan kriteria hasil: 
·         Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi.
·         Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman.
-
a.    Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.b.    Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan. 
c.    Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk.
d.   Gunakan masker setiap melakukan tindakan.
e.    Monitor temperatur.
f.     Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.
g.     Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
Kolaborasi:
h.    Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.
i.       Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin.
j. Monitor sputum BTA.
a. Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.b. Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi.  
c. Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
d. Mengurangi risilio penyebaran infeksi.
e. Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
f. Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.
g. Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
h. INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan pertama.
i. Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten
j. Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi









BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Tn. R DENGAN MASALAH
TB PARU DI DESA BATU TANGGA KEC.BATANG ALAI TIMUR
KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

3.I. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
Struktur dan sifat keluarga.
1. Kepala Keluarga
Nama : Tn. R
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Banjar/Indonesia
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tani
Alamat : Desa Batu Tangga Kec.BAT.
2. Susunan Anggota Keluarga
NO
NAMA
J.KELAMIN
UMUR
HUBUNGAN
PENDIDIKAN
PEKRJAAN
1
Ny.M
P
40Th
Istri
SD
Tani
2
Tn.N
L
29Th
Anak
SD
Tani
3
Ny.SP
P
25Th
Menantu
SD
Tani
3.    Tipe Keluarga
     Merupakan type keluarga besar ( extended family ) yang terdiri atas ayah, ibu, satu orang anak dan menantu perempuan.
4.    Pengambilan Keputusan
Pola pengambilan keputusan dalam keluarga dilakukan secara musyawarah, anggota keluarga yang paling menonjol dalam pengambilan keputusan adalah anak laki-laki Tn. R yang tinggal serumah.
5.        Hubungan Dalam Keluarga
Hubungan antar keluarga harmonis, komunikasi yang terjalin dalam keluarga baik, anggota keluarga yang paling dipercaya adalah anak Tn. R yang tinggal serumah.
6.        Kebiasaan Hidup Sehari-hari
a. Kebiasaan Istirahat dan Tidur

NO
NAMA
TIDUR SIANG
TIDUR MALAM
1
Tn.R
Jarang
6 – 7 jam± 1 jam ±
2
Tn.N
Jarang
7 - 8 jam±
3
Ny .S
Jarang
7 - 8 jam±
b. Kebiasaan Makan          
Makanan pokok keluarga adalah nasi, lauk-pauk dgm frekwensi 3 x sehari. Pengadaan makanan sehari-hari adalah memasak sendiri dengan komposisi jenis makanan bervariasi, kebiasaan makan keluarga bersama-sama,tanpa ada alat makan yang dikhususkan untuk Tn.R
c. Personal Hygiene           
Kebiasaan mandi keluarga Tn. R 2 x sehari dengan menggunakan sabun, gosok gigi 3 x /hari menggunakan pasta gigi. Ganti pakaian 2 x sehari atau bila kotor. Rambut dikeramas 2 - 3 x seminggu, memotong kuku bila panjang, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, memakai alas kaki bila keluar rumah.       
d. Penggunaan Waktu Senggang
Waktu senggang digunakan anggota keluarga untuk beristirahat dan  3 bulan yang lalu lebih±rekreasi, sementara Tn. R sejak ia sakit  banyak di rumah daripada bekerja.
e. Kebiasaan Tidak Sehat  
Semua anggota keluarga Tn. R tidak ada yang merokok dan mengkonsumsi  3
±alkohol, sementara Tn. R sendiri berhenti merokok sejak ia sakit ( bulan yang lalu). Kadang meludah disembarang tempat, dan tempat penampungan ludah yang terbuka.
8. Faktor Sosial, Ekonomi dan Budaya         
a. Pendapatan dan pengeluaran     
 Rp 350.00,-. Tidak ada penghasilan
±Pendapatan keluarga perbulan  ± Rp 300.000,- dengan keperluan perhari ±tambahan. Pengeluaran perbulan  Rp 10.000.
b. Sosial dan Budaya.       
Semua anggota keluarga adalah suku Jawa (WNI) dengan menggunakan bahasa Jawa untuk komunikasi, semua anggoata keluarga beragama Islam, hubungan dengan masyarakat sekitar baik, sebelum sakit Tn. R aktif dalam kegiatan keagamaan, saat sakit Tn. R lebih banyak di rumah daripada mengikuti kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan.
9. Faktor Lingkungan            
a. Perumahan         
            Status pemilikan rumah adalah rumah sendiri dengan type non permanen dengan 1 ruang tamu, ruang tengah, 2 kamar tidur dan 1 dapur tanpa WC dan kamar mandi, atap terdiri atas sirap, lantai dari papan, ventilasi terdiri atas 6 buah jendela namun 2 buah jendela jarang di buka yaitu pada kamar tamu dengan alasan orang tua jarang ada dirumah, penerangan listrik dan pencahayaan kurang baik, keadaan di dalam rumah cukup bersih, pemakaian air dari sumur gali cukup bersih, tidak berbau, tidak berasa serta jernih, sampah dikumpulkan disamping rumah kemudian  3 m2 x 5 m2.±dibakar, luas halaman
3.2. PRIORTAS MASALAH
a. Bersihan jalan napas tidak efektif
b. Gangguan pertukaran gas
c. Gangguan keseimbangan  nutrisi, kurang dari kebutuhan
d. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
e. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
f.Intoleransi aktivitas
3.3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.   Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas.
b.  Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus- kapiler
c.  Gangguan keseimbangan  nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencendra fisiologis.
e. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.
f.  Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
3.4. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi :
     1.      Kajipatologipenyakit dan potensialpenyebaraninfeksi
     2.      Identifikasi orang lain yang beresiko
3.     Anjurkanpasienuntukbatuk /bersin dan mengeluarkanpada tissue dan menghindarimeludah
     4.      Kajitindakankontrolinfeksisementara
     5.      Awasisuhusesuaiindikasi
     6.      Identifikasifaktorresiko individu terhadappengaktifanberulang
     7.      Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat
     8.      Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara perodik terhadap sputum
     9.      Dorong memilih makanan seimbang
     10.  Kolaborasi pemberian antibiotik
     11.  Laporkan ke departemen kesehatan lokal
3.5. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
       1.      MengKaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi
       2.      MengIdentifikasi orang lain yang beresiko
       3.      MengAnjurkanpasienuntukbatuk /bersin dan mengeluarkanpada tissue dan menghindarimeludah
       4.      MengKajitindakankontrolinfeksisementara
       5.      MengAwasisuhusesuaiindikasi
       6.      mIdentifikasifaktorresiko individu terhadappengaktifanberulang
       7.      Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat
       8.      Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara perodik terhadap sputum
       9.      Dorong memilih makanan seimbang
       10.  Kolaborasi pemberian antibiotik
       11.  Laporkan ke departemen kesehatan lokal
3.6 EVALUASI
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental.
S : Pasien mengatakan dapat mengeluarkan dahaknya.
O : Tanda-tanda penggunaan otot aksesori pernapasan berkurang.
A : Tujuan tercapai sebagian.
P : Lanjutkan intervensi
1.   Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler
S : Pasien mengatakan lemas
O : Pasien tampak pucat, frekuensi napas menurun dari 32 x/mnt menjadi 30 x/mnt
A : Tujuan belum tercapai
P : Lanjutkan intervensi
2.      Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akut.
S : Pasien tidak mengeluh nyeri lagi saat batuk.
O : Pasien tampak tidak meringis saat batuk.
A : Tujuan tercapai.
P : Pertahankan kondisi.








BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1.    Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun pada paru yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis, yaitu bakteri tahan asam yang ditularkan melalui udara yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi.
2.    TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan batang aerobic tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar UV. Bakteri yang jarang sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M. Bovis dan M. Avium.
3.    Jika kuman TB menyerang paru, maka risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB congenital).
4.2. Saran
            Dengan makalah ini diharapkan pembaca khususnya mahasiswa keperawatan dapat mengerti dan memahami serta menambah wawasan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan TB Paru.







DAFTAR PUSTAKA






0 komentar