Rabu, 07 November 2018

Asuhan keperawatan pneumotoraks


MAKALAH
“ASUHAN KEPERAWATAN PNEOMUTORAKS






Description: Description: Description: D:\GAMBAR\1487710850.jpg




Di susun oleh :
Ainurmalinda (717.6.2.0874)











PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP
2018

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME yang telah melimpahkan hidayah dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini disusun sebagai tugas kelompok mata kuliah KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1
Namun, penulis menyadari makalah ini tidak dapat tersusun dan terselesaikan dengan baik tanpa  bantuan dari berbagai pihak, Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Ibu Sugesti Aliftitah S.Kep, Ns. M.Kep Selaku dosen mata kuliah KMB 1
2.      Orang tua yang telah memberikan dukungan baik material maupun spiritual.
3.      Teman- teman yang banyak memberikan masukkan dan informasi, juga kepada semua pihak yang tidak dapat  disebutkan satu per satu.
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat secara langsung maupun tidak kepada pembacanya. Kami telah berusaha sebaik mungkin sesuai dengan kemampuan yang kami miliki, tetapi karena adanya berbagai keterbatasan maka tidak menutup kemungkinan dalam makalah ini terdapat kesalahan maupun kekurangan. Saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan demi kesempurnaan penyusunan makalah di masa yang akan datang. Semoga bermanfaat.


 Sumenep, 05 September 2018

      Penulis





DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................................. i
Daftar Isi............................................................................................................................ ii
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................... 2
1.3 Tujuan.................................................................................................................. ......... 2
BAB 2 Pembahasan
2.1 Pneomothorax................................................................................................................ 3
2.1.1 Patofisiologis.............................................................................................................. 3
2.1.2 Klasifikasi................................................................................................................... 4
2.1.3 Gejala Klinis............................................................................................................... 7
2.1.4 Pemeriksaan Fisik....................................................................................................... 7
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................................. 8
2.1.6 Penatalaksanaan.......................................................................................................... 9
2.1.7 Pengobatan Tambahan................................................................................................ 12
BAB 3 Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian Keperawatan............................................................................................... 13
1. Anamnesis....................................................................................................................... 13
2. Pemeriksaan Fisik............................................................................................................ 13
3. Pemeriksaan Diagnostik.................................................................................................. 14
3.2 Diagnosis Keperawatan................................................................................................. 14
3.3 Intervensi Keperawatan................................................................................................. 14
BAB 4 Contoh Kasus
4.1 Identifikasi Kasus.......................................................................................................... 18
4.2 Riwayat Keperawatan................................................................................................... 18
4.3 Data Objektif................................................................................................................. 18
4.4 Data Subjektif............................................................................................................... 18
4.5 Analisis Data................................................................................................................. 19
4.6 Diagnosis Keperawatan................................................................................................. 19
4.7 Pembahasan Masalah..................................................................................................... 23
BAB 5 Simpulan
5.1 Simpulan........................................................................................................................ 24
5.2 Saran ................................................................................................................... ......... 24
Daftar Pustaka................................................................................................................... 25



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/rongga pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat mempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.
Kerusakan pada pleura parietal dan/atau pleura viseral dapat menyebabkan udara luar masuk ke dalam rongga pleura, Sehingga paru akan kolaps. Paling sering terjadi spontan tanpa ada riwayat trauma; dapat pula sebagai akibat trauma toraks dan karena berbagai prosedur diagnostik maupun terapeutik.
Dahulu pneumotoraks dipakai sebagai modalitas terapi pada TB paru sebelum ditemukannya obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah dan dikenal sebagai pneumotoraks artifisial . Kemajuan teknik maupun peralatan kedokteran ternyata juga mempunyai peranan dalam meningkatkan kasus-kasus pneumotoraks antara lain prosedur diagnostik seperti biopsi pleura, TTB, TBLB; dan juga beberapa tindakan terapeutik seperti misalnya fungsi pleura, ventilasi mekanik, IPPB, CVP dapat pula menjadi sebab teradinya pneumotoraks (pneumotoraks iatrogenik). Ada tiga jalan masuknya udara ke dalam rongga pleura, yaitu :
1)      Perforasi pleura viseralis dan masuknya udara dan dalam paru.
2)      Penetrasi dinding dada (dalam kasus yang lebih jarang perforasi esofagus atau abdomen) dan pleura parietal, sehingga udara dan luar tubuh masuk dalam rongga pleura.
3)      Pembentukan gas dalam rongga pleura oleh mikroorganisme pembentuk gas misalnya pada empiema.
Kejadian pneumotoraks pada umumnya sulit ditentukan karena banyak kasus-kasus yang tidak di diagnosis sebagai pneumotoraks karena berbagai sebab. Johnston & Dovnarsky memperkirakan kejadian pneumotoraks berkisar antara 2,4-17,8 per 100.000 per tahun. Beberapa karakteristik pada pneumotoraks antara lain: laki-laki lebih sering daripada wanita (4: 1); paling sering pada usia 20-30tahun.
Pneumotoraks spontan yang timbul pada umur lebih dan 40 tahun sering disebabkan oleh adanya bronkitis kronik dan empisema. Lebih sering pada
orang-orang dengan bentuk tubuh kurus dan tinggi (astenikus) terutama pada mereka yang mempunyai kebiasaan merokok. Pneumonotoraks kanan lebih sering terjadi dan pada kiri
.

1.2  RUMUSAN MASALAH
  1. Ap itu pneomuthoraks?
  2. Bagaimana Asuhan Keperawatan pneomuthoraks?

1.3  TUJUAN
  1. Utuk mengetahui apa itu pneomuthoraks
  2. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pneomuthoraks







BAB II
PEMBAHASAN

2.1           Pneumothorax
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena. Pneumothorax adalah adanya udara dalam rongga pleura. Pneumothorax dapat terjadi secara spontan atau karena trauma (British Thoracic Society 2003). Menurut Hendra (2000) Pneumothorax adalah ditemukannya udara didalam kavum pleura (Hendra Arif, 2000). Pneumothoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura (DR. Dr. Aru W. Sudoyo,Sp.PD, KHOM, 2006).

2.1.1      Patofisiologis
Patofisologi narasi :
Pneumotoraks dapat disebabkan oleh trauma dada yang dapat mengakibatkan kebocoran / tusukan / laserasi pleura viseral. Sehingga paru-paru kolaps sebagian / komplit berhubungan dengan udara / cairan masuk ke dalam ruang pleura. Volume di ruang pleura menjadi meningkat dan mengakibatkan peningkatan tekanan intra toraks. Jika peningkatan tekanan intra toraks terjadi, maka distress pernapasan dan gangguan pertukaran gas dan menimbulkan tekanan pada mediastinum yang dapat mencetuskan gangguan jantung dan sirkulasi sistemik.
Patofisiologi skema :

\Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjYDxzN-iWoDJNeu5hmdR24xX0Ym0s2jTBzQlxJXLcfkdGF_HBl3lcsk_Fs01Zhb823R-mJiGsdzVZ6vXyFEKiHKPouoTQgd-404FfTmAQi3k5IMKUUPe55YbzgeQEyhZqTNEusKUY1eFIR/s640/pathway+pneumothoraks.PNG

2.1.2      Klasifikasi
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1.         Pneumotoraks spontan
Pneumothorax adalah jenis pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a.    Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.
b.    Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.





2.         Pneumotoraks traumatic
Pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru. Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:
a.    Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.
b.    Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
1)             Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.
2)             Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.

Berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu:
1.         Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif. 
2.         Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax).
Pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan. Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound).
3.         Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas.
Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1.         Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru (< 50% volume paru).
2.         Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (> 50% volume paru).

2.1.3      Gejala klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah:
1.         Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.
2.         Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.
3.         Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4.         Denyut jantung meningkat.
5.         Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
6.         Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.
Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks tersebut:
1.         Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat
2.         Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih berat
3.         Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang lain serta ada tidaknya jalan napas.
4.         Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi bila penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil disebabkan pengisian yang kurang.

2.1.4      Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan:
a.         Inspeksi
a)        Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper  ekspansi dinding dada).
b)        Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal.
c)        Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat.
b.         Palpasi
a)        Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar.
b)        Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat.
c)        Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit.
c.         Perkusi
a)        Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar.
b)        Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi.
d.        Auskultasi :
a.         Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
b.        Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif

2.1.5      Pemeriksaan Penunjang
1.         Foto Röntgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus pneumotoraks antara lain:
a.    Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
b.    Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.
c.    Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.
d.   Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai berikut:
1)             Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
2)             Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang.
3)             Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma

             

Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah merupakan bagian paru yang kolaps

2.         Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
3.         CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.
 
2.1.6      Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut:
1.         Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2.  Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari. Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka.
2.         Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara.
a.    Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.
b.    Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil:
1)      Dapat memakai infus set
          Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol.
2)      Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol.
3)      Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal.
                        

                              

3.         Torakoskopi
Suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan alat bantu torakoskop.
4.         Torakotomi
5.         Tindakan bedah
a.    Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b.    Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.
c.    Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak
d.   Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.

2.1.7      Pengobatan Tambahan
1.         Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru  diberi OAT, terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan bronkodilator.
2.         Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat.
3.         Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfisema.



BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMOTORAK

3.1           PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1.          Anamnesis
          Identitas klien yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan, dan pekerjaan klien/asuransi kesehatan.
Keluhan utama meliputi sesak napas , bernapas terasa berat pada dada, dan keluhan susah untuk melakukan pernapasan.
a.         Riwayat Penyakit Saat Ini
          Keluhan sesak napas sering kali datang mendadak dan semakin lama semakin berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan, dan terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan. Selanjutnya dikaji apakah ada riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti peluru yang menembus dada dan paru. Ledakan yang menyebabkan peningkatan tekanan udara dan terjadi tekanan di dada yang mendadak menyebabkan tekanan dalam paru meningkat. Kecelakaan lalu lintas biasanya menyebabkan trauma tumpul di dada atau tusukan benda tajam langsung menembus pleura.
b.         Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit seperti TB paru di mana sering terjadi pada pneumotoraks spontan.
c.         Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang mungkin menyebabkan pneumotorak seperti kanker paru,asma, TB paru dan lain-lain.
d.        Pengkajian Psikososial
Pengkajian psikososial meliputi perasaan klien terhadap  penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya, serta bagaimana perilaku klien pada tindakan yan dilakukan terhadap dirinya.
2.         Pemeriksaan Fisik
a.       Inspeksi
a)        Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper  ekspansi dinding dada).
b)        Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal.
c)        Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat.
b.         Palpasi
a)        Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar.
b)        Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat.
c)        Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit.
c.         Perkusi
a)        Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar.
b)        Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi.
d.        Auskultasi :
c.         Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
d.        Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negative.

3.         Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Radiologi : Gambaran radiologis pneumotoraks akan tampak hitam, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru.

3.2           DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1.         Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
2.         Resiko tinggi trauma pernapasan yang berhubungan dengan pemasangan WSD

3.3          INTERVENSI KEPERAWATAN

Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspensi paru sekunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi pola pernapasan klien kembali efektif.
Kriteria evaluasi :
Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan berada dalam batas normal, pada pemeriksaan Rontgen thoraks terlihat adanya pengembangan dan paru, bunyi napas terdengar jelas.
Rencana Intervensi
Rasional
Identifikasi faktor penyebab kolaps spontan, trauma keganasan, infeksi komplikasi mekanik pernapasan
Memahami penyebab dari kolaps paru sangat penting untuk mempersiapkan WSD pada pneumotorak dan menentukan untuk intervensi lainnya.
Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernpasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.
Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernpasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
Baringkan klien dalam posisi yang nyaman, atau dalam posisi duduk.
Penurunan difragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal
Observasi tanda-tanda vital (nadi,RR)
Peningkatan RR dan takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru
Lakukan auskultasi suara tiap 2-4 jam
Auskultasi dapat menentukan kelainan suara napas pada bagian paru, kemungkinan akibat dari berkurangnya atau tidak berfungsinya lobus,segmen dan salah satu dari paru.
Pada daerah kolaps paru suara pernapasan tidak terdengar tetapi bila hanya sebagian yang kolaps suara pernapasan tidak terdengar dengan jelas. Hal tersebut dapat menentukan fungsi paru yang baik dan ada tidaknya atelektasis paru.
Bantu dan ajarkan klien untuk batuk dan napas dalam yang efektif.
Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau napas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
Kolaborasi untuk tindakan dekompresi dengan pemasangan WSD
Dengan WSD memungkinkan udara keluar dari rongga pleura dan mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan mempertahankan tekanan negatif.


Resiko tinggi trauma pernapasan yang berhubungan dengan pemasangan WSD.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi resiko trauma pernapasan tidak terjadi
Kriteria evaluasi:
Irama, Frekuensi, dan kedalaman pernapasan dalam batas normal, pada pemeriksaan Rontgen thoraks terlihat adanya pengembangan paru, bunyi nafas terdengar jelas.
Rencana Intervensi
Rasional
Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernapasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.
Dengan mengkaji kualitas, frekuensi, dan keadaaan pernapasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi klien.
Observasi tanda-tanda vital (nadi, RR)
Peningkatan RR dan Takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
Baringkan klien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk
Posisi setengah duduk atau duduk dapat mengurangi risiko pipa/selang WSD terjepit.
Perhatikan undulasi pada selang WSD
Undulasi (pergerakan cairan di selang dan adanya gelembung udara yang keluar dari air dalam botol WSD) merupakan indikator bahwa drainase selang dalam keadaan optimal.  Bila undulasi tidak ada, ini mempunyai makna yang sangat penting karena beberapa kondisi dapat terjadi, antara lain.
·         Motor suction tidak berjalan.
·         Selang tersumbat atau terlipat.
·         Paru telah mengembang.
Oleh karena itu, perawat harus yakin apa yang menjadi penyebab, segera diperiksa kondisi sistem drainase, dan amati tanda-tanda kesulitan bernapas.
Anjurkan klien untuk memegang selang apabila akan mengubah posisi
Menghindari tarikan spontan pada selang yang mempunyai risiko tercabutnya selang dari rongga dada.
Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu.
Tanda atau batas pada botol dpat menjadi indikator dan bahan monitor terhadap keadaan drainase WSD.
Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh.
Gravitasi. Udara dan cairan mengalir dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang rendah.
Beri penjelasan pada klien tentang perawatan WSD.
Meningkatkan sikap kooperatif klien dan mengrangi resiko trauma pernapasan.
Bantu dan ajarkan klien untuk melakukan batuk dan napas yang efektif.
Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebh efktif.





















BAB IV
KASUS
4.1 Contoh Kasus
4.1.1 Identitas Pasien
Nama                  : Tn. Y
Jenis Kelamin     : Laki-laki
Usia                    : 20 tahun
Pekerjaan            : Pegawai Swasta
Alamat                : Jl. Jenderal Soedirman no. 18, Jakarta Timur
Diagnosa medis : Pneumotoraks                       
Tanggal MRS     : 2 Juni 2010, pukul 18.00 WIB
4.1.2 Riwayat Keperawatan
1. Keluhan Utama                               : Pasien mengeluh sesak nafas dan  nyeri dada setelah           kecelakaan  lalu lintas.
2. Riwayat penyakit sekarang             : Pneumotoraks.
3. Riwayat penyakit terdahulu            : -
4.1.3 Data Objektif
a.    Sistem Pernafasan        : RR : 11 x/menit, Suara paru kiri vasikuler, Suara paru kanan tidak terdengar, Pengembangan  paru tidak simetris, Paru  kanan  tertinggal dari sebelah  kiri, Saturasi oksigen 78%.
  1. Sistem Kardiovaskuler            : TD : 90/50 mmHg, Nadi : 90 x/menit
  2. Sistem Persarafan                    : Kesadaran compos mentis
  3. Sistem Integumen                   : Tampak biru pada daerah dada sebelah kanan
  4. Sistem musculoskeletal           : Lemah, Tidak tampak adanya fraktur
4.1.4 Data Subjektif
  1. Pasien mengeluh sesak nafas
  2. Pasien mengeluh nyeri dada
4.1.5 Analisa Data
Data Dasar
Masalah Keperawatan
DS :
• Sulit napas
• Nyeri dada
DO :
• RR : 11x/menit
• Auskultasi ; Suara paru kiri vesikuler, kanan tak terdengar.
• Pengembangan paru tidak simetris, kanan tertinggal dari sebelah kiri.
• Saturasi oksigen 78%
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru (akumulasi cairan/udara).
Risiko Tinggi henti napas berhubungan dengan trauma, kurangnya pendidikan pencegahan
nyeri berhubungan dengan trauma.
4.1.6 Diagnosa Keperawatan
Pola nafas tidak efektif derhubungan dengan penurunan ekspansi paru (akumulasi cairan/udara)
Risiko Tinggi henti napas berhubungan dengan trauma, kurangnya pendidikan pencegahan


Nmr &
Tgl
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
&
Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional

  01

02/06/2010









Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru (akumulasi cairan/udara)











Tujuan :

•         Pola napas klien efektif

KH :

•         Frekuensi, irama dan kedalaman. pernafasan mormal
•         Analisa gas darah dalam batas normal
•         Saturasi oksigen normal, tidak ada hipoksia, tidak ada sianosis
•         TTV dalam batas normal.
•         Ekspansi paru mengembang.

Auskultasi bunyi napas
Kaji adanya nyeri tekan bila batuk, napas dalam
Pertahankan posisi nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. dorong pasien untuk duduk sebanyak mungkin
Monitor AGD dan kaji pengukuran
Berikan oksigen tambahan melalui kanula/masker sesuai indikasi




Pemerikasaan dilakukan untuk evaluasi perbaikan pneumotoraks
Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih efektif/mengurangi trauma
Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit
Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi berguna untuk kelanjutan terapi
Mengganti kekurangan oksigen

02

02/06/2010















03

02/06/2010


Risiko Tinggi henti napas berhubungan dengan trauma, kurangnya pendidikan pencegahan











Nyeri b.d adanya trauma

Tujuan :
•         Henti napas dapat dicegah dan tidak terjadinya komplikasi yang serius

KH :

•         Klien dapat mencari bantuan untuk mencegah komplikasi
•         Klien terhindar  dari bahaya fisik





Tujuan :
•      nyeri pasien teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan.
KH :
•   Pasien mengatakan “ nyeri berkurang”, skala (0-2).
•   Wajah klien tampak rileks
•   TTV dalam batas normal


Pasang kateter toraks ke dinding dada dan berikan panjang selang ekstra sebelum memindahkan atau mengubah posisi pasien
Amankan sisi sambungan selang
Anjurkan pasien untuk menghindari menarik selang
Identifikasi perubahan yang harus dilaporkan pada perawat, contoh perubahan bunyi gelembung, nyeri dada.
Observasi tanda distres pernapasan bila kateter toraks lepas



1.    Beri posisi yang nyaman dan menyenangkan pasien
2.    Kaji adanya penyebab nyeri, seberapa kuatnya nyeri, minta pasien untuk menetapkan pada skala nyeri.
3.    Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analgesik :
4.    Anjurkan istirahat yang cukup
Observasi tanda-tanda vital.
Mencegah terlepasnya kateter dada dan menurunkan nyeri/ketidaknyamanan karena penarikan atau pergerakkan selang
Mencegah terlepasnya selang
Menurunkan risiko obstruksi drainase/terlepasnya selang
Intervensi tepat waktu dapat mencegah komplikasi serius
Pneumotoraks dapat    memburuk/berulang karena mempengaruhi fungsi pernapasan dan memerlukan intervensi darurat


1.    Untuk menurunkan ketegangan otot
2.    Membantu menentukan pilihan intervensi dan memberikan dasar untuk perbandingan dan evaluasi terhadap therapy.
3.    Untuk mengidentifikasi adanya nyeri.
4.    Untuk meningkatkan efektivitas pengobatan.
5.    Untuk mengurangi energi yang berlebihan.










4.1.7 Pembahasan Masalah
Tanda-tanda dan hasil pemeriksaan penunjang yang ditunjukkan pada kasus diatas mengarah ke penyakit apa ?
Pneumotoraks Traumatik
Kemungkinan apa yang akan terjadi jika tidak ditangani dengan baik (komplikasinya) ?
Salah satu komplikasi yang dapat terjadi adalah Pneumo-Mediastinum. Pneumo-mediastinum adalah suatu kondisi dimana adanya udara atau gas bebas pada mediastinum yang umumnya berasal dari rongga alveolar atau jalan nafas.




















BAB V
SIMPULAN

4.1           Simpulan
          Pneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh udara, sehingga menyebabkan pendesakan terhadap jaringan paru yang menimbulkan gangguan dalam pengembangannya terhadap rongga dada saat proses respirasi. Oleh karena itu, pada pasien sering mengeluhkan adanya sesak napas dan nyeri dada. Berdasarkan penyebabnya, pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik. Dan menurut fistel yang terbentuk, maka pneumotoraks dapat bersifat terbuka, tertutup dan ventil (tension).
          Dalam menentukan diagnosa pneumotoraks seringkali didasarkan pada hasil foto röntgen berupa gambaran translusen tanpa adanya corakan bronkovaskuler pada lapang paru yang terkena, disertai adanya garis putih yang merupakan batas paru (colaps line). Dari hasil röntgen juga dapat diketahui seberapa berat proses yang terjadi melalui luas area paru yang terkena pendesakan serta kondisi jantung dan trakea.
 Pada prinsipnya, penanganan pneumotoraks berupa observasi dan pemberian O2 yang dilanjutkan dengan dekompresi. Untuk pneumotoraks yang berat dapat dilakukan tindakan pembedahan. Sedangkan untuk proses medikasi disesuaikan dengan penyakit yang mendasarinya. Tahap rehabilitasi juga perlu diperhatikan agar pneumotoraks tidak terjadi lagi.

4.2           Saran
Kami menyarankan kepada semua perawat di seluruh Indonesia tau apa yang dimaksud dengan pneumothorax dan bagaimana cara penangananya terhadap pasien.



DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC; 1997. p. 598.
Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 1063.
Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated: 2010 May 27; cited 2011 January 10. Available from http://emedicine.medscape.com/article/827551
Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press; 2009. p. 162-179
Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press; 2007. p. 56




0 komentar