Rabu, 07 November 2018

Asuhan Keperawatan Emfisema paru


ASUHAN KEPERAWATAN EMFISEMA



MAKALAH










Oleh :
AINURMALINDA
717.6.2.0874













PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA
2018












KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa, kiranya pantaslah kami memanjatkan puji syukur atas segala nikmat yang telah diberikan kepada penulis, baik kesempatan maupun kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal Bahasa Indonesia ini dengan baik.
Makalah keperawatan medikal bedah I yang telah kami buat berjudul “emfisema Makalah ini dapat hadir seperti sekarang ini tak lepas dari bantuan banyak pihak. Untuk itu sudah sepantasnyalah kami mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besar buat mereka yang telah berjasa membantu penulis selama proses pembuatan makalah ini dari awal hingga akhir.
Tidak lupa ucapan terimakasih kami tujukan kepada pihak-pihak yang turut mendukung terselesaikannya makalah ini antara lain :
1.    Ibu Sugesti aliftitah, S.Kep., Ns., M.Kep. Selaku pembibingan yang telah memberikan bingbingan pengarahan dan saran dalam menyelesaikan tugas proposal ini.
2.    Ayah anda dan Ibunda yang sangat banyak memberikan bantuan moril, material, arahan, dan selalu mendoakan keberhasilan dan keselamatan selama menempuh pendidikan.
3.    Rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Keperawatan yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis baik selama dalam mengikuti perkuliahan maupun dalam penulisan skripsi ini.
4.    Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan Makalah ini.
Namun, kami menyadari bahwa makalah ini masih ada hal-hal yang belum sempurna dan luput dari perhatian penulis. Baik itu dari bahasa yang digunakan maupun dari teknik penyajiannya. Oleh karena itu, dengan segala kekurangan dan kerendahan hati, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca sekalian demi perbaikan makalah ini kedepannya.   


Sumenep, 05 September 2018


Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B.  Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C.  Tujuan ..................................................................................................................... 1
D.  Manfaat ................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Paru-Paru ................................................................................................................ 2
B.     Emfisema ................................................................................................................ 5
C.     Pato Fisiologi .......................................................................................................... 6
D.    Menifestasi Klinik .................................................................................................. 7
E.     Komplikasi .............................................................................................................. 8
F.      Pemberian Terapi .................................................................................................... 8
G.    Jenis Obat Yang di Berikan .................................................................................... 9
H.    Foto Torax Penyakit Emfisema .............................................................................. 9
I.       Asuhan Keperawatan ............................................................................................. 10

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Emfisema .................................................... 21
BAB IV KESIMPULAN
B.     Kesimpulan ............................................................................................................ 32
C.     Saran ...................................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ ......... 33







BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Manusia di bumi ini agar dapat bertahan hidup maka diantaranya harus bernapas, tidak hanya manusia,   tetapi semua makhluk hidup lainya juga memiliki ciri yng sama yaitu memerlukan pernapasan selain dari pada makan, berkembang biak, tumbuh Dan lain sebagainya. bernapas merupakan suatu  kebutuhan  yang  sangat  penting   dalam  menjalani  rentetan-   rentetan kehidupan atau aktivitas yang kita jalani.
Mempelajari sistem pernapasan sangatlah penting karena ilmu darisistem pernapasan   adalah ilmu yang mepelajari fungsi organ dan tubuh mahkluk hidup. Yang erat kaitannya denngan kelansungan hidup manusia.
Semua sistem dalam tubuh haruslah seimbang, sama halnya denga sistem pernapasan dimana manusia setiap detiknya harus menghirup oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dalam hidupnya. 
Dengan memelajari sistem pernapasan kita dapat mengetahui apa- apa saja organ-   organ yang terlibat dalam sistem pernapasan, mekanisme pernapasan, jenis- jenis pernapasan bahkan kelainan- kelainan dan penyakit
yang sering terjadi pada sistem pernapasan.
B.       Rumusan Masalah
1.        Bagaimana konsep teori dari emfisema?
2.        Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan emfisema?
C.      Tujuan
a.    Mengetahui dan memahami definisi emfisema.
b.    Mengetahui dan memahami patofisiologi emfisema.
c.    Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang dari emfisema
d.   Mengetahui dan memahami WOC dari emfisema.
e.    Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pasien dengan emfisema.
D.  Manfaat
Mahasiswa mampu membuat perencanaan asuhan keperawatan pada kasus emfisema.



BAB II
PEMBAHASAN
A.  Paru-paru
Paru-paru merupakan salah satu organ pada sistem pernapasan yang berfungsi sebagai tempat bertukarnya oksigen dengan karbondioksida di dalam darah. Permasalahan yang sering terjadi adalah kualitas udara yang telah tercemar, sehingga udara yang dihirup banyak mengandung bibit penyakit yang akan menyerang paru-paru. Penyakit paru-paru merupakan penyakit yang berdampak serius terhadap sistem pernapasan pada manusia yang dapat berakibat fatal apabila tidak segera ditangani dengan serius. Gangguan paru-paru ini menyebabkan penderita sulit bernafas, sulit beraktivitas, kekurangan oksigen bahkan apabila tidak cepat terdeteksi dapat menyebabkan kematian[1]. Ada beberapa penyakit paru secara umum dijumpai yaitu tuberkulosis, bronkitis, pneumonia, kanker paru, emfisema dan pleuritis.
Untuk mendeteksi penyakit/gangguan paru-paru pada umumnya dilakukan secara klinis (gejala fisik oleh dokter). Selain dari pemeriksaan secara klinis, penyakit paru juga dapat didiagnosa melalui foto rontgen, CT scan dan MRI, hanya saja untuk dua cara yangterakhir membutuhkan biaya yang mahal. Permasalahan lainnya adalah pengetahuan masyarakat yang minim dalam membaca hasil rontgen, sehingga masih dibutuhkan tenaga ahli seperti dokter atau tenaga medis lain untuk membacanya. Selain itu masyarakat yang tinggalnya jauh dari kota, butuh waktu yang lama untuk mendapatkan hasil diagnosa gambar rontgen, dikarenakan menunggu jadwal praktek dokter ahli terlebih dahulu.
Pengolahan citra digital sekarang berkembang cepat, dan dapat digunakan di dalam dunia medis seperti menganalisis gambar rontgen, sehingga dapat memecahkan permasalahan analisis citra untuk mengidentifikasi penyakit paru-paru. Hasil citra rontgen sering nampak kabur, kurang kontras, dan sebagainya, sehingga satu citra yang diamati oleh beberapa pengamat dapat menghasilkan pembacaan yang berbeda-beda. Buruknya hasil visualisasi citra rontgen disebabkan karena sedikitnya perbedaan redaman sinar-X antara jaringan kelenjar normal dan jaringan kelenjar yang terkena penyakit paru-paru. Untuk mengatasi masalah tersebut digunakan pengolahan citra untuk meningkatkan dan memperbaiki mutu citra, seperti Achmad Hidayatno, dkk[3] dengan menganalisis deteksi tepi pada citra berdasarkan perbaikan kualitas citra. Kemudian Danny Ibrahim, dkk[4] melakukan pengaturan kecerahan dan kontras citra berdasarkan teknik pemodelan histogram, sehingga dapat dibedakan dengan jelas antara paru-paru sehat dengan paru-paru yang bermasalah.
Pada penelitian ini dibuat sebuah simulasi dalam klasifikasi penyakit paru berdasarkan citra rontgen dengan metoda segmentasi sobel. Salah satu pemeriksaan penyakit paru adalah dengan pemeriksaan radiologi yang dikenal dengan sinar-X atau foto rontgen. Foto rontgen ini paling sering digunakan, karena akan memberikan hasil yang berbeda secara langsung. Sampel citra rontgen dan sampel citra rontgen yang telah diperbaiki dapat dilihat pada

1.    Fisiologi pernafasan
Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondoksida . pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernafas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat behubungan erat dengan darah didalam kapiler pulmonaris.Hanya satu lapisan membran, yaitu membran alveoli kapiler,yang memisahkan oksigen dari darah. 15 Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Dan meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95% jenuh oksigen.
Di dalam paru-paru,karbondioksida, salah satu hasil buangan metabolisme, menembus membran alveoler kapiler darah ke alveoli, dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut.Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner atau pernafasan eksterna :
a.    Ventilasi pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar.
b.    Arus darah melalui paru-paru.
c.    Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat dapat mencapai semua bagian tubuh.
d.   Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler, CO2 lebih mudah berdifusi daripada oksigen.
Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan, lebih banyak darah datang di paru-paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2; jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat pernafasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernafasan. Penambahan ventilasi ini mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2.
Pernafasan jaringan atau pernafasan interna,darah yang telah menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemoglobin) mengitari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, di mana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung, dan darah menerima, sebagai gantinya, hasil buangan oksidasi, yaitu karbondioksida.Perubahan-perubahan berikut terjadi pada komposisi udara dalam alveoli, yang disebabkan pernafasan eksterna dan pernafasan eksterna dan pernafasan interna atau pernafasan jaringan. Udara yang dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhu yang sama dengan badan (20 persen panas badan hilang untuk pemanasan udara yang dikeluarkan).
Daya muat udara oleh paru-paru,besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4.500 ml sampai 5000 ml atau 4½ sampai 5 liter udara. Hanya sebagian kecil dari udara ini, kira-kira 1/10-nya atau 500 ml adalah udara pasang surut (tidal air ), yaitu yang dihirup masuk dan diembuskan keluar pada pernafasan biasa dengan tenang.Kapasitas vital,volume udara yang dapat dicapai masuk dan keluar paru-paru pada penarikan napas paling kuat disebut kapasitas paruparu. Diukurnya dengan alat spirometer. Pada seorang laki-laki, normal 4-5 liter dan pada seorang perempuan ,3-4 liter. Kapasitas itu berkurang pada penyakit paru-paru, penyakit jantung (yang menimbulkan kongesti paru-paru), dan kelemahan otot pernafasan
2.    Patofisiologi
Pada bronkitis kronik terjadi penyempitan saluran nafas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan menimbulkan sesak. Pada bronkitis kronik, saluran pernafasan kecil yang berdiameter kurang dari 2 mm menjadi lebih sempit. Berkelok-kelok, dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi karena metaplasia sel goblet. Saluran nafas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru. (Mansjoer, 2001)
Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan nafas yaitu: inflamasi dan pembengkakan bronki, produksi lendir yang berlebihan, kehilangan rekoil elastik jalan nafas, dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi. Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara 18 kontinu berkurang mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia.
Pada tahap akhir, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respirastorius individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik kealiran masuk dan aliran keluar dari paru. Untuk mengalirkan udara ke dalam dan ke luar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. (Mansjoer, 2001) (Diane C. Baughman, 2000)
B.  Emfisema
Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh kerusakan pada jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya. Gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.
Definisi emfisema menurut Kus Irianto, Robbins, Corwin, dan The American Thorack society:
1.    Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi.(Kus Irianto.2004.216).
2.    Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya. (Robbins.1994.253).
3.    Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan luas permukaan alveoli.(Corwin.2000.435).
4.    Suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus. (The American Thorack society 1962).
Menurut WHO, emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan. Sesuai dengan definisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa, jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruksi jaringan, maka itu “bukan termasuk emfisema”. Namun, keadaan tersebut hanya sebagai ‘overinflation’. (Suradi. 2004. 60).
Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang melibatkan kerusakan pada kantung udara (alveoli) di paru-paru. Akibatnya, tubuh tidak mendapatkan oksigen yang diperlukan. Emfisema membuat penderita sulit bernafas. Penderita mengalami batuk kronis dan sesak napas. Penyebab paling umum adalah merokok.
Emfisema disebabkan karena hilangnya elastisitas alveolus. Alveolus sendiri adalah gelembung-gelembung yang terdapat dalam paru-paru. Pada penderita emfisema, volume paru-paru lebih besar dibandingkan dengan orang yang sehat karena karbondioksida yang seharusnya dikeluarkan dari paru-paru terperangkap didalamnya. Asap rokok dan kekurangan enzim alfa-1-antitripsin adalah penyebab kehilangan elastisitas pada paru-paru ini.
Terdapat 3 (tiga) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang terjadi dalam paru-paru :
1.    CLE (Centrilobular Emphysema atau Centroacinar)
Merupakan tipe yang sering muncul, menyebabkan kerusakan bronkiolus, biasanya pada region paru-paru atas. Inflamasi berkembang sampai bronkiolus tetapi biasanya kantong alveolar tetap bersisa. (Suradi. 2004. ...).
2.    PLE (Panlobular Emphysema atau Panacinar)
Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan biasanya juga merusak paru-paru bagian bawah. (Suradi. 2004. ...). Terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus alveolar, dan alveoli. Merupakan bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus yang terletak distal dari bronkhiolus terminalis mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata. PLE ini mempunyai gambaran khas yaitu tersebar merata diseluruh paru-paru. PLE juga ditemukan pada sekelompok kecil penderita emfisema primer, tetapi dapat juga dikaitkan dengan emfisema akibat usia tua dan bronchitis kronik.
PLE dan CLE sering kali ditandai dengan adanya bula tetapi dapat juga tidak. Biasanya bula timbul akibat adanya penyumbatan katup pengatur bronkiolus. Pada waktu inspirasi lumen bronkiolus melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya mukus. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkiolus tersebut kembali menyempit, sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara.
3.    Emfisema Paraseptal
Merusak alveoli pada lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi blebs (udara dalam alveoli) sepanjang perifer paru-paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari pneumotorak spontan.
C.  Etiologi
Beberapa hal yang dapat menyebabkan emfisema paru yaitu:
1.    Rokok
Rokok secara patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bronkus. merokok merupakan penyebab utama emfisema. Akan tetapi pada sedikit pasien (dalam presentasi kecil) terdapat predisposisi familiar terhadap emfisema yang yang berkaitan dengan abnormalitas protein plasma, defisiensi antitripsin-alpha1 yang merupakan suatu enzim inhibitor. Tanpa enzim inhibitor ini, enzim tertentu akan menghancurkan jaringan paru. Individu yang secara ganetik sensitive terhadap faktor-faktor lingkungan (merokok, polusi udara, agen-agen infeksius, dan alergen) pada waktunya akan mengalami gejala-gejala obstruktif kronik.
2.    Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar.
3.    Infeksi  
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema.
4.    Genetik
Defisiensi Alfa-1 antitripsin. Cara yang tepat bagaimana defisiensi antitripsin dapat menimbulkan emfisema masih belum jelas.
5.    Obstruk Saluran Napas
Emfisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus, sehingga terjadi mekanisme ventil. Udara dapat masuk ke dalam alveolus pada waktu inspirasi akan tetapi tidak dapat keluar pada waktu ekspirasi. Etiologinya ialah benda asing di dalam lumen dengan reaksi lokal, tumor intrabronkial di mediastinum, kongenital. Pada jenis yang terakhir, obstruksi dapat disebabkan oleh defek tulang rawan bronkus.

D.  Patofisiologi
Emfisema merupakan kelainan atau kerusakan yang terjadi pada dinding alveolar dapat menyebabkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum)  di antara alveoli, jalan napas kolaps sebagian, dan kehilangan elastisitas untuk mengerut atau recoil. Pada saat alveoli dan septum kolaps, udara akan tertahan di antara ruang alveolar (blebs) dan di antara parenkim paru-paru (bullae). Proses ini akan mengakibatkan peningkatan ventilator pada dead space atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah.
Kerja napas meningkat dikarenakan kekurangan fungsi jaringan paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru. Akibat lebih lanjutnya adalah penurunan perfusi oksigen dan penurunan ventilasi. Pada beberapa tingkat emfisema di anggap normal sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada awal kehidupan (usia muda), biasanya berhubungan dengan bronkitis kronis dan merokok. (Suradi. 2004. ...).
Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru. Yaitu penyempitan saluran nafas ini disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Penyebab dari elastisitas yang berkurang yaitu defiensi Alfa 1-anti tripsin. Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan paru. Dengan demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan pada enzim proteolitik. Didalam paru terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan. Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema. Sumber elastase yang penting adalah pankreas. Asap rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan elastase bertambah banyak. Sedang aktifitas system anti elastase menurun yaitu system alfa- 1 protease inhibator terutama enzim alfa -1 anti tripsin (alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada lagi keseimbangan antara elastase dan anti elastase dan akan terjadi kerusakan jaringan elastin paru dan menimbulkan emfisema.
E.  Manifestasi Klinik
1.    Batuk
2.    Sputum putih, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen
3.    Sesak sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan
4.    Nafas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit
5.    dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, membungkuk
6.    Bibir tampak kebiruan
7.    Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun
8.    Batuk menahun
F.   Komplikasi
1.     Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan
2.    Daya tahan tubuh kurang sempurna
3.    Tingkat kerusakan paru semakin parah
4.    Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas
5.    Atelaktasis
6.    Pneumothoraks
7.    Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien

G.Pemberian Terapi Mencangkup
1.    Pemberian terapi untuk meningkatan ventilasi dan menurunkan kerja napas
2.    Mencegah dan mengobati infeksi
3.    Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi paru
4.    Memelihara kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk memfasilitasi pernapasan yang edekuat
5.    Dukungan psikologis
6.    Edukasi dan rehabilitasi klien 
H.  Jenis Obat Yang Diberikan
1.    Bronkodilators
Obat-obat bronkodilator dan mukolitik agar dahak mudah dikeluarkan.
2.    Terapi aerosol
Aerosolisasi dari bronkodilator salin dan mukolitik sering kali digunakan untuk membantu dalam bronkodilatasi. Aerosol yang dinebuliser menghilangkan brokospasme, menurunkan edema mukosa, dan mengencerkan sekresi bronchial. Hal ini memudahkan proses pembersihan bronkiolus, membantu mengendalikan proses inflamasi, dan memperbaiki fungsi ventilasi
3.    Terapi infeksi
Pasien dengan emfisema rentan terjadap infeksi paru dan harus diobati pada saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi.
4.    Kortikosteroid
Digunakan setelah tindakan lain untuk melebarkan bronkiolus dan membuang sekresi.
5.    Terapi oksigenasi (Suradi. 2004. 60).

I.     Foto torax penyakit emvisema
Paru-paru yang terkena emvisema                  Paru-paru yang normal
          














J.    Asuhan Keperawatan
1.    Pengkajian
a.    Aktivitas/Istirahat
Gejala :
-   Keletihan, kelelahan, malaise
-   Ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas
-   Ketidak mampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
-   Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan
Tanda :
-   Keletihan, gelisah, insomnia
-   Kelemahan umum/kehilangan massa otot
b.    Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda :
-   Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia, distensi vena leher
-   Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
-   Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada)
-   Warna kulit/membran mukosa: normal atau abu-abu/sianosis
-   Pucat dapat menunjukkan anemia
c.    Makanan/Cairan
Gejala :
-   Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
-   Ketidak mampuan untuk makan karena distres pernapasan
-   Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan edema (bronkitis)
Tanda :
-   Turgor kulit buruk, edema dependen
-   Berkeringat, penuruna berat badan, penurunan massa otot/lemak subkutan (emfisema)
-   Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali (bronkitis)
d.   Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari
Tanda : Kebersihan, buruk, bau badan
e.    Pernafasan
Gejala :
-   Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma), rasa dada tertekan,
-   Ketidakmampuan untuk bernafas (asma)
-   “Lapar udara” kronis
-   Bentuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih dan kuning) dapat banyak sekali (bronkitis kronis)
-   Episode batuk hilang timbul biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat terjadi produktif (emfisema)
-   Riwayat pneumonia berulang: pada polusi kimia/iritan pernafasan dalam jangka panjang (mis., rokok sigaret) atau debu/asap (mis., abses, debu atau batu bara, serbuk gergaji)
-   Faktor keluarga dan keturunan, mis., defisiensi alfa-anti tripsin (emfisema)
-   Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus
Tanda :
-   Pernafasan: biasanya cepat, dapat lambat, penggunaan otot bantu pernapasan
-   Dada: hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, gerakan diafragma minimal
-   Bunyi nafas: mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar, lembut atau krekels, ronki, mengi sepanjang area paru.
-   Perkusi: hiperesonan pada area paru
-   Warna: pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku.
f.     Keamanan
Gejala :
-   Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan
-   Adanya/berulangnya infeksi
-   Kemerahan/berkeringat (asma)
g.    Seksualitas
Gejala : Penurunan libido
h.    Interaksi sosial
Gejala : Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, ketidakmampuan membaik/penyakit lama
Tanda :
-   Ketidakmampuan untuk/membuat mempertahankan suara pernafasan
-   Keterbatasan mobilitas fisik, kelainan dengan anggota keluarga lalu.
i.      Pembelajaran
Gejala : Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kesulitan menghentikan merokok, penggunaan alkohol secara teratur, kegagalan untuk membaik


2.      WOC Emfisema





  

3.    Diagnosa Keperawatan
a.    Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveoli yang reversible.
b.    Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan ventilasi alveoli.
c.    Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekret.
d.   Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen.
4.    Intervensi
a.    Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan alveoli.
Tujuan: Setelah beberapa perawatan pola napas pasien kembali normal dengan kriteria hasil : Frekuensi napas 16-20 x/menit, bunyi napas bersih tidak ada batuk, tidak ada ketidaknyamanan dada, frekuensi nadi 60-100 x/menit dan menghilangnya dispnea.
Intervensi
Rasional
Mandiri
-          Mengkaji pola napas
-          Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai kebutuhan individu
-          Anjurkan pasien tidak banyak bicara.
-          Atur jumlah pembesuk pasien.
-     Pakaikan baju yang tipis dan tidak ketat pada pasien.
-     Awasi tanda vital dan irama jantung.




Kolaborasi
-          Berikan oksigen yang dilembabkan pada kecepatan aliran yang dianjurkan biasanya 2 L/menit.
-          Konsultasi kepada dokter jika gejala-gejala tersebut menetap atau memburuk. Siapkan pasien untuk dipindahkan ke UPI dan untuk pemasangan ventilasi mekanis, jika terjadi gagal napas.

-     Mengetahui terjadinya kelainan pola napas dan menentukan tindakan yang perlu dilakukan.
-     Pengiriman  oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.
-     Pengaturan frekuensi napas lebih mudah dikendalikan dalam keadaan tidak bicara.
-     Memungkinkan pasien tidak terlalu banyak berbicara.
-         Memudahkan pergerakan dada.
-        Takikardia, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.

-     Oksigen akan memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksemia.
-       Gagal pernapasan akut merupakan komplikasi utama yang sering menyertai PPOM. Ventilasi mekanis sangat diperlukan untuk membantu pernapasan pasien sampai pasien dapat bernapas sendiri.

b.    Infektif bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekret.
Tujuan : Setelah beberapa hari dirawat bersihan jalan napas menjadi terpelihara dengan kriteria hasil : Sekret berkurang dan suara napas menjadi bersih.
Intervensi
Rasional
Mandiri
-          Kaji bunyi napas dan kemampuan pasien mengeluarkan sekret.
-          Lakukan postural drainase dengan perkusi dan vibrasi.
-          Ajarkan pasien untuk melakukan teknik batuk efektif.
-          Tingkatkan masukan cairan hingga 3 L/hari sesuai toleransi jantung. Berikan air hangat.







Kolaborasi
-           Memberikan obat expectoran.
-          Memberikan nebulizer.
-          Melakukan suction

-      Mengetahui kelainan yang terjadi dan menentukan tindakan yang perlu dilakukan.
-      Menggunakan gaya gravitasi untuk membantu membangkitkan sekresi sehingga sekret dapat lebih mudah dibatukkan atau dihisap.
-      Teknik ini akan membantu memperbaiki ventilasi udara dan untuk mengeluarkan sekret secara efektif.
-      Hidrasi membantu mengurangi kekentalan sekret dan mempermudah pengeluaran.  Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.


-      Obat expectoran akan membantu menurunkan kekentalan sekret sehingga sekret lebih mudah untuk dikeluarkan.
-      Obat expectoran dapat diberikan dalam nebulizer.
-      Dilakukan bila produksi sekret terlalu banyak dan sulit untuk dikeluarkan.

c.    Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
Tujuan: Masukan makanan dan cairan menjadi adekuat dengan kriteria hasil : napsu makan baik dan berat badan kembali normal.
Intervensi
Rasional
Mandiri
-       Pantau : Masukan dan keluaran tiap 8 jam.
-       Jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan.
-       Timbang berat badan pasien setiap seminggu.
-       Berikan makan dalam keadaan hangat.
-       Berikan makan sedikit tapi sering.
-       Menciptakan suasana yang menyenangkan, lingkungan yang bebas bau selama waktu pasien makan.

Kolaborasi :
-          Berikan obat penambah napsu makan
-          Merujuk pasien ke ahli diet untuk membantu merencanakan makanan yang akan dikonsumsi, jika setiap porsi makanan yang dikonsumsi selalu kurang dari 30%.
-          Memberikan terapi intravena sesuai dengan anjuran dan melakukan tindakan perawatan serta pencegahan. Memberikan dorongan kepada pasien untuk minum minimal 3 liter per hari, jika tanpa infus.

-     Untuk mengidentifikasi adanya kemajuan atau penyimpangan dari tujuan yang diharapkan.
-      Makanan hangat dapat membangkitkan napsu makan.
-      Makan dengan porsi sedikit dapat mengurangi resiko sesat pada saat pasien makan dan resiko mual
-      Bau-bauan dan pemandangan yang tidak menyenangkan selama waktu makan dapat menyebabkan anoreksia (tidak nafsu makan)



-      Membantu meningkatkan napsu makan pasien.
-      Ahli diet merupakan spesialisasi yang dapat membantu pasien dalam merencanakan makanan dengan nutrisi sesuai dengan kebutuhan usia, sakitnya dan pembentukan tubuh.
-      Untuk mengatasi masalah dehidrasi karena pasien sering mengurangi masukan cairan akibat mengalami sesak napas,
                                        

d.   Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan : Perbaikan dalam toleransi aktifitas dengan kriteria hasil pasien dapat melakukan aktivitasnya secara mandiri tanpa keluhan sesak.
Intervensi
Rasional
-     Kaji kemampuan aktivitas yang bisa dilakukan sendiri dan yang tidak bisa dilakukan sendiri oleh pasien.
-     Libatkan keluarga dalam memfasilitasi pasien untuk aktivitas yang tidak bisa dilakukan sendiri oleh pasien.
-     Mempertahankan terapi oksigen tambahan sesuai kebutuhan.
-     Memberi dukungan emosional dan semangat.
-     Memberi dukungan pasien dalam menegakkan regimen (penuntun) latihan teratur dengan menggunakan treadmil dan exercycle, berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan.
-    Setelah aktivitas, kaji respons abnormal untuk peningkatan aktivitas.
-      Pemakaian energi berlebihan dapat dicegah dengan mengatur aktivitas dan memberikan jarak waktu yang cukup untuk pulih diantara waktu aktivitas.
-      Keluarga dapat membantu pasien secara mandiri dalam perawatan di rumah.
-      Oksigen tambahan meningkatkan kadar oksigen yang bersirkulasi dan memperbaiki toleransi aktivitas.
-      Rasa takut terhadap kesulitan bernapas dapat menghambat peningkatan aktivitas.
-          Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih banyak tambahan oksigen dan beban tambahan pada paru-paru. Melalui latihan yang teratur, bertahap, kelompok otot ini menjadi lebih terkondisi dan pasien dapat melakukan lebih banyak kegiatan tanpa mengalami napas pendek. Latihan yang bertahap memutus siklus yang melemahkan ini.
-          Intoleransi aktivitas dapat dikaji dengan mengevaluasi jantung, sirkulasi, dan status pernapasan.
e.    Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
Tujuan : Klien dapat beristirahat dengan cukup.
Intervensi
Rasional
-          Kaji penyebab tidak nyenyak tidur.
-          Bimbing pasien untuk melakukan relaksasi
-          Berikan penghangat(seperti balsem atau obat gosok)  dan lakukan massase
-          Bimbing pasien untuk melakukan teknik distraksi.
-          Libatkan keluarga dalam memfasilitasi pasien untuk aktivitas yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh pasien
-          Mengetahui kondisi pasien dan tindakan apa yang perlu dilakukan
-          Tekhnik relaksasi dapat melemaskan otot-otot yang terasa nyeri.
-          Teknik massase dapat merangsang otot dan memperlancar peredaran darah.
-          Teknik distraksi dapat membantu pasien mengalihkan perhatiannya terhadaap rasa nyeri.
-          Mengurangi kegiatan pasien yang dapat meningkatka rasa nyerinya.

f.     Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan tindakan perawat.
Tujuan: Hilangnya rasa takut/kecemasan pasien berkaitan dengan meningkatnya pengetahuan dan pemahaman pasien mengenai penyakitnya dan rencana tindakan yang diberikan perawat dengan kriteria hasil klien tidak lagi merasa gelisah dan ekspresi wajah rileks.
Intervensi
Rasional
-          Memberikan pemahaman tentang penyakit emfisema:
-          Gangguan-gangguan yang terjadi pada saluran pernapasan berhubungan dengan penyakit emfisema
-          Penanggulangan yang dilakukan untuk mengatasi gangguan
-          Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus dipatuhi untuk mengurangi atau meniadakan gangguan-gangguan.
-          Memberikan kesemapatan kepada pasien dan orang terdekatnya untuk mengekspresikan perasaan dan harapannya.
-          Libatkan keluarga dalam memahami tentang penyakit emfisema
-       Setiap informasi yang diberikan, akan dirasakan pasien membantu mengurangi kecemasan.
-       Membantu kemampuan pasien dalam mengatasi masalahnya dengan meninggatkan lingkungan yang nyaman dan mendukung.
-       Mengurangi kecemasan keluarga, sehingga keluarga dapat bekerja sama dengan perawat dalam tindakan perawatan.





5.      Evaluasi
a.       Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernapasan
b.      Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/ jelas.
c.       Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/atau mempertahankan berat yang tepat.
d.      Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri.
e.       Mendapatkan mekanisme koping yang efektif dan ikut serta dalam program rehabilisasi paru dan nyeri.
f.       Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN EMFISEMA

Di sebuah Rumah Sakit di Surabaya
Tanggal Pengkajian : 12 Novenber 2010                            Jam 11.30 WIB

A.  Identitas Klien
Nama                                  : Tuan A
TTL                                    : 17/11/1970
Jenis Kelamin                     : Laki-laki
Umur                                  : 40 tahun, 5 hari
Pekerjaan                            : Buruh bangunan
Nama Ayah/ Ibu                 : Tn. M (Alm) / Ny.M
Pekerjaan Istri                    : Ibu rumah tangga
Alamat                                : Jl. Kedinding 78, Surabaya
Agama                                : Islam
Suku bangsa                       : Jawa
Pendidikan terakhir            : SD
Pendidikan terakhir Istri    : SD
Diagnosa                            : Emfisema

B.  Riwayat Sakit dan Kesehatan
1.    Keluhan Utama : sesak napas.
2.    Riwayat Penyakit Sekarang : Tuan A tinggal bersama istri dan dua anaknya. Tuan A mengeluh sesak napas, batuk, dan nyeri di daerah dada sebelah kanan pada saat bernafas. Banyak sekret keluar ketika batuk, berwarna kuning kental. Tuan A tampak kebiruan pada daerah bibir dan dasar kuku. Tuan A merasakan sedikit nyeri pada dada. Tuan A cepat merasa lelah saat melakukan aktivitas.

C.  Riwayat Penyakit dahuluTuan A selama 3 tahun terakhir mengalami batuk produktif dan pernah menderita pneumonia
D.  Riwayat Keluarga :
    Tidak Ada
E.  Observasi dan Pemeriksaan Fisik
  1. Keadaan Umum : Baik, Kesadaran Kompos Mentis  
  2. Tanda-Tanda Vital : 
           S           : 37,40C
           N           :102 x/mnt
           TD        :130/80 mmHg
           RR        : 30 x/mnt

F.   Review of System
1.    Pernafasan B1 (breath)
Bentuk dada                              : barrel chest
Pola nafas                                  : tidak teratur
Suara napas                                : mengi
Batuk                                         : ya, ada sekret
Retraksi otot bantu napas          : ada
Alat bantu pernapasan               : O2 masker 6 lpm
G. Kardiovaskular B2 (blood)
Irama jantung                : regular; S1,Stunggal.
Nyeri dada                     : ada, skala 6
Akral                              : lembab
Tekanan darah               : 130/80 mmHg (hipertensi)
Saturasi Hb O2               : hipoksia
H.  Persyarafan B3 (brain)
Keluhan pusing (-)
Gangguan tidur (-)
I.     Perkemihan B4 (bladder)
Kebersihan                     : normal
Bentuk alat kelamin       : normal
Uretra                            : normal
J.    Pencernaan B5 (bowel)
Nafsu makan                 : anoreksi disertai mual
BB                                 : menurun
Porsi makan                   : tidak habis, 3 kali sehari
Mulut                             : bersih
Mukosa                          : lembab

K. Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
Turgor kulit        : Berkeringat
Massa otot         : menurun

L.  Pengkajian Psikologi dan Spiritual
Klien kooperatif, tetap  rajin beribadah dan memohon agar penyakitnya bisa disembuhkan.

M.Pemeriksaan Penunjang
1.    Sinar x dada: Xray tanggal 12 November dengan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).
Kesimpulan : emfisema paru.
2.    pO2 : 75 mmHg (↓)
3.    pCO2 : 50 mmHg (↑)
4.    SO3 : 100%

N.  Analisa Data

No
Data
Etiologi
Masalah
1.




















 2.






3.











4.
DS:
Klien mengeluh sesak napas
DO:
a)    pO2 : 75 mmHg (↓)
b)    pCO2 : 50 mmHg (↑)
c)     SO3 : 100%















DS :
Klien mengeluh berat saat bernapas
DO :
-          Retraksi otot bantu napas
-          RR : 30 x/menit

   
DS :
Klien mengeluh adanya rasa penuh di tenggorokan
DO :
-  Produksi sekret meningkat karena klien tidak bisa batuk efektif.
-   Ditemukan suara napas ronchi





DS :
Klien selalu mengeluh kelelahan dan lemas
DO ;
- RR meningkat setelah melakukan aktivitas
- Cepat lelah saat beraktivitas
- Infeksi / pneumonia
- Polusi
- Usia
- Ekonomi rendah
- Merokok
Defisiensi enzim alfa-1-antitripsin, enzim protease Inflamasi

- Elastisitas paru menurun
- Destruksi jaringan paru
Pelebaran ruang udara di dalam paru (bronkus terminal menggembung) CO2 meningkat / udara terperangkap dalam paru

- Sesak
- RR > 20 x/menit
- CO   Ã  hiperkapnia
- O2       à hipoksia


Gangguan pertukaran gas
  
Destruktif kapiler paru

-  Penurunan perfusi O2
-Sianosis

Penurunan perfusi jaringan perifer


Penurunan ventilasi

Peningkatan upaya menangkap O2

Peningkatan RR

Retraksi otot bantu napas


Pola napas tidak efektif

Sesak (dyspnea)
Nyeri dyspnea

Reflek batuk menurun

Sekret tertahan

Ronchi

Perfusi jaringan perifer menurun

Ventilasi menurun


Upaya menangkap Omeningkat


RR meningkat

Retraksi otot bantu napas

Kelelahan

Intoleransi aktivitas
Gangguan pertukaran gas




















Pola napas tidak efektif
















Bersihan jalan napas tidak efektif








Intoleransi aktivitas





O.  Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveoli yang reversible.
2. Pola pernapasan berhubungan dengan ventilasi alveoli.
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekret.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan         suplai oksigen.



P.   INTERVENSI
No.
Diagnosa
Tujuan
Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveoli yang reversible
1.    Pertukaran gas pasien kembali normal
2.    Tidak terjadi perubahan fungsi pernapasan.
3.    Pasien bisa bernapas normal tanpa menggunakan otot tambahan pernapasan.
4.    Pasien tidak mengatakan nyeri saat bernapas.
5.    PCO2 , PO2, dan SO2normal
6.    Lakukan latihan pernapasan dalam dan tahan sebentar untuk membiarkan diafragma mengembangkan secara optimal.
7.    Posisikan pasien dengan posisi semi fowler agar pasien bisa melakukan respirasi dengan sempurna.
8.    Kaji adanya nyeri dan tanda vital berhubungan dengan latihan yang diberikan.

1.    Ajari pasien tentang teknik penghematan energi.
2.    Bantu pasien untuk mengidentifikasi tugas-tugas yang bisa diselesaikan.

1.    Kolaborasi :
• Berikan oksigen sesuai indikasi
• Berikan penekan SSP (anti ansietas sedatif atau narkotik) dengan hati-hati sesuai indikasi

1.    Pasien dapat bernapas dengan lancer.
1.    Membantu ekspansi paru yang optimal.


1.    Evaluasi tingkat kemapuan pasien dan mempermudah perawat dalam merencanakan kriteria latihan lanjutan.
2.    Meningkatkan keadekuatan jalan napas.
3.    Menjaga komunikasi dengan pasien dan mampu bekerjasama dalam memprioritaskan tugas.
4.    Mempercepat proses pemulihan dengan kerja sam yang baik dengan dokter.
2.
Pola pernapasan tidak efektif  berhubungan dengan ventilasi alveoli
1.    Tidak terjadi perubahan dalam frekuensi pola pernapasan.
2.    Tekanan nadi (frekuensi, irama, kwalitas) normal.
3.    Pasien memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif dan mengalami perbaikan pertukaran gas pada paru.
4.    Pasien menyatakan faktor penyebab, jika mengetahui.
5.    Pastikan pasien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
6.    Alihkan perhatian pasien dari pemikiran tentang keadaan ansietas (cemas) dengan meminta pasien mempertahankan kontak mata dengan perawat.

1.     Latih pasien napas perlahan-lahan, bernapas lebih efektif.
1.    Jelaskan pada pasien bahwa dia dapat mengatasi hiperventilasi melalui kontrol pernapasan secara sadar.
2.    Kolaborasi:
Pemberian obat-obatan sesuai indikasi dokter (ex. bronkodilator)
1.    Ventilasi alveoli normal.


1.    Tidak terjadi gangguan perubuhan fungsi pernapasan.




1.    Untuk melatih ketahanan jalan napas. Serta memungkinkan untuk melatih batuk efektif.
2.    Mampu mengurangi ansietas pasien dalam menghadapi hiperventilasi.


1.    Usaha untuk menstabilkan pola napas pasien.
3.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan meningkatnya sekret atau produksi mukus.
Mengatasi masalah ketidakefektifan jalan napas
Sekret encer dan jalan napas bersih
1.    Berikan posisi yang nyaman (fowler/ semi fowler)
1.    Anjurkan untuk minum air hangat
2.    Bantu klien untuk melakukan latihan batuk efektif bila memungkinkan
3.    Lakukan suction bila diperlukan, batasi lamanya suction kurang dari 15 detik dan lakukan pemberian oksigen 100% sebelum melakukan suction
4.    Pasien lebih nyaman, karena dapat membantu kelancaran pola nafasnya
5.    Air hangat dapat mengencerkan sekret
6.    Batuk efektif akan membantu mengeluarkan sekret.
7.    Jalan nafas bersih.

4.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan         suplai oksigen.
1.    Pasien bernafas dengan efektif.
2.    Mengatasi masalah intoleransi aktivitas pada pasien
1.    Pasien bisa mengidentifikasikan faktor-faktor yang
Menurunkan toleransi aktivitas.
2.    Pasien memperlihatkan kemajuan, khususnya dalam hal mobilitas.

1.    Ukur tanda vital saat istirahat dan segera setelah aktivitas serta frekuensi, irama dan kualitas.
2.    Hentikan aktifitas bila respon klien : nyeri dada, dyspnea, vertigo/konvusi, frekuensi nadi, pernapasan, tekanan darah sistolik menurun.
3.    Meningkatkan aktifitas secara bertahap.

1.    Ajarkan klien metode penghematan energi untuk aktifitas. ubah posisi setiap 2 sampai 4 jam
2.    Mengakaji periode istirahat
3.    Mendapatkan tanda vital pasien normal, baik saat istirahat ataupun setelah beraktifitas.
4.    Masalah intoleransi aktivitas pada pasien dapat teratasi untuk mengukur tingkat/kualitas nyeri guna intervensi selanjutnya

1.    Untuk melatih ketahanan muskuloskeletal klien, agar tidak terjadi syok.
2.    Penghematan energi  seperti bed-rest sangat membantu meningkatkan keadekuatan pernapasan klien.
3.    Mengetahui kebiasaan klien dalam beristirahat serta membantu menentukan langkah yang tepat untuk mengoptimalkan periode istirahat klien.
Q.  Implementasi
Lakukan tindakan sesuai dengan intervensi yang akan diberikan.


R.  Evaluasi
1. Diagnosa 1 :
a. Pasien bisa bernapas normal tanpa menggunakan otot tambahan pernapasan
 b. Pasien tidak mengatakan nyeri saat bernapas.
2. Diagnosa 2: 
 a. Pasien memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif dan mengalami perbaikan pertukaran gas pada paru.
 b. Pasien menyatakan faktor penyebab, jika mengetahui.
3. Diagnosa 3:  Sekret encer dan jalan napas bersih
4.  Diagnosa 4:
a. Pasien bisa mengidentifikasikan faktor-faktor yang menurunkan toleran aktivitas.
b. Pasien memperlihatkan kemajuan khususnya dalam hal mobilitas.
c. Pasien memperlihatkan turunnya tanda-tanda



BAB IV
KESIMPULAN
A.  KESIMPULAN
Emfisema adalah suatu kelainan anatomik paru yang ditandai oleh pelebaran secara abnormal saluran napas bagian distal bronkus terminalis, disertai dengan kerusakan dinding alveolus yang ireversibel. Kerusakan pada parenkim paru tanpa menimbulkan kerusakan pada asinus.
Faktor utama dari penyebab emfisema adalah rokok, karena secara patologis rokok dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan napas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bromkus. Setelah rokok yakni polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Selain rokok dan polusi udara, adanya infeksi pada alat pernapasan ini juga bisa menjadi pemicu emfisema. Karena infeksi saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat.
B.  SARAN
Menghindari asap rokok adalah langkah terbaik untuk mencegah penyakit ini. Berhenti merokok sangat penting untuk kesehatan. Patuhi perturan keamanan di tempat kerja seperti memakai masker.




DAFTAR PUSTAKA
Arif Muttaqin,C.2008.Askep dgn Gangguan sistem nafas.jakarta.salemba medika
Anonem,2013,http://binbask.blogspot.co.id/2013/04/askep-emfisema-paru.html  Di akses pada tanggal (25 Sep 2017)
Anonem, http://www.academia.edu/23110300/Emfisema-paru Di akses pada tanggal (25 Sep 2017)
Broughman,Diane C.2000.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta.EGC
Saputra, Andri. 2011. Sistem Pakar Identifikasi Penyakit Paru-Paru Pada Manusia Menggunakan Pemrograman Visual Basic 6.0. Jurnal Teknologi Dan Informatika (Teknomatika). Vol. 1 No. 3. STMIK PalComTech Palembang.
Soemantri S, Bronkhilis Kronik dan Emfisema Paru dalam : Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2, Balai Penerbit FKUI, Jakarta 1990; Hal 754-61.



0 komentar